Jumat, 18 Mei 2012

cerpen pertamaku


SEMARANG SISTERS

            “Mi, Ami….” Suara Kak Neti mengetuk pintu kamarku. Ah, perasaan baru aja terlelap, shubuh sudah kembali menyapa, malas sekali rasanya untuk bangun.
Kak Neti adalah orang pertama yang bangun subuh dan yang selalu membangunkan teman-teman yang masih terlelap. Kubiarkan kak neti memanggil-manggil namaku untuk beberapa saat kemudian suara sendalnya berlalu menuju kamar mandi. Dengan menggeliat aku bangun ternyata kak neti sudah di depanku. “Wudhu sana, yang lain sudah menunggu” perintahnya.
Aku tak menjawab hanya mengangguk dan langsung mengambil wudu. Begitu bergabung dengan teman-teman lain aku langsung ditodong untuk menjadi imam. Selesai sholat subuh berjama’ah kami mengadakan tilawah qur’an bersama. Begitulah rutinitas ba’da solat subuh kami--anak kos yang berusaha untuk kompak
Menjadi anak kos adalah suatu pilihan hidup yang sulit bagiku, jujur saja ini pengalamanku berpisah dengan orang tua dalam jangka waktu yang lama dan di tempat yang begitu jauh belum pernah kusambangi. Meski tertatih-tatih aku belajar untuk mandiri, membuang jauh sifat ketergantunganku yang biasanya dilayani sekarang semuanya harus sendiri. Ya, harus sendiri.
Sebelum ke Semarang teman-temanku yang di Lampung sering menceritakanku mengenai penderitaan menjadi anak kos, misalnya Rani pernah punya pengalaman telat dikirim uang sampai harus puasa dua hari karena tak ada sesuatu pun untuk dimakan. “menahan lapar itu sudah hal biasa kawan, apalagi hidup di rantau orang” ceritanya.
Lain lagi Lia yang merasa selalu terzholimi oleh teman sekamarnya yang temperamen. “kamu tau, kalau sedikit saja barang-barangnya ada yang berubah posisi dia selalu marah-marah. Belum lagi aku selalu disuruh-suruh padahal aku mau belajar” ujarnya geram. Uuhh…jadi takut memikirkan bagaimana nasibku kelak.
Lalu Dinda yang selalu berpindah-pindah kos karena tidak pernah menemukan orang-orang yang seide dengan pikirannya. “aku takut terjerumus karena selama aku ngekos belum pernah menemukan teman-teman yang benar-benar beriman, semuanya munafik” jawabnya. “kamu hati-hati aja jauh dari orang tua, jangan sampai bergaul dengan teman yang salah. Gludak! Sampai segitunya kah pikirku dulu.
Namun Aku sangat bersyukur karena cerita tragis dari teman-temanku ternyata tidak terjadi denganku, Allah menempatkan aku bersama delapan orang-orang pilihan-Nya di kos itu. Dengan berbagai latar belakang budaya dan agama yang berbeda kami selalu berusaha menjaga kekompakan. Pelajaran paling dasar adalah sedikit demi sedikit aku mengupayakan belajar bagaimana menahan emosi dan ego.
----------------
Siang itu, seperti biasa, Semarang yang menurutku panasnya minta ampun menunjukkan kegarangannya. Kipas angin yang kunyalakan serasa meniupkan angin panas dan memaksaku untuk tiduran di atas lantai sambil mendengarkan lagu dari Ebiet G. Ade yang mengalun sendu.
Tiba-tiba terdengar teriakan seperti orang demo dari arah ruang tamu. Aku tersentak kaget karena setahuku tadi tidak ada yang sedang berada di ruang tamu. Aku segera bangun dari lantai dan mematikan musik dari HP-ku dan menuju ke sumber teriakan.
Beta1­­­ hari ini seng2 pinjam motor Mbak, tadi aku keluar dengan Mas Ari” Indah dengan lantang dan logat Ambonnya.
“Tapi kan semalem kamu yang terakhir pake” bentak Aisyah yang tampak dari raut wajah yang panik.
“Kan sudah beta kembalikan ose3 punya motor, beta kasih itu kontak di atas meja” terang Indah ga mau kalah.
1)
“”Tapi aku belum mengambil kontaknya dari atas meja, indaaaaahhh!”
Aku yang dari tadi tertegun linglung mulai paham apa yang mereka ributkan tanpa meminta salah satu dari mereka untuk menjelaskan pokok permasalahannya. Jujur aku shock tak menyangka apa yang baru saja terjadi di depan mataku menyeretku pada cerita-cerita dari Rani, Lia dan Dinda. Apakah ini babak baru segera dimulai dimana aku memerankan kisah anak kos yang hidup diantara permusuhan? Oh, no way… aku tidak mau membiarkan itu terjadi.
Aku masih berusaha untuk tenang dan meminta mereka untuk tenang, dan bicara pelan-pelan. “kita malu sama tetangga kanan-kiri, kos yang isinya anak gadis kok ribut kayak kos cowok” ucapku pada mereka berdua.
“Mba ami ga akan merasakan apa yang kurasakan, bagaimana kalau motor itu dicuri orang? Aku bakal berhenti kuliah mba”. Air mata Aisyah menetes.
Aku menelan ludah. Tak bisa kubayangkan kalau hal itu terjadi. Motor itu adalah sumber penghasilan bagi Aisyah karena orangtuanya hanya mampu membayar uang kuliahnya sedangkan untuk biaya hidup di Semarang ia harus banting tulang menjadi SPG dari sebuah produk ternama dengan menjajakannya secara door to door.
“coba di sms apa ada anak-anak yang pake?” lanjutku dengan hati-hati takut menyinggung perasaannya. “sudah Mbak, makanya aku sampai panik gini anak-anak ga ada yang keluar pake motorku” jelasnya dengan pasrah.
“Hah?! Terus kemana motornya?” cemasku. “Nah itu dia yang bikin aku hampir gila Mbak” sambung Aisyah. Semua diam. Sesaat suasana membisu. Tiba-tiba dering HP-ku melantunkan lagu “Allahu Akbar” dari Band Ungu pertanda sms masuk. “Dari Sari, dia lagi di rumah makan Padang, siapa yang mau titip beli makan?” kubacakan isi sms pada Aisyah dan Indah. Tak ada yang menjawab. Tanpa pikir panjang aku balas sms Sari ‘nasi ayam tiga bungkus’. “Kita makan dulu, nanti selesai makan kita ke kantor polisi, gimana?” ajakku pada mereka. Keduanya menjawab dengan anggukan.
-----
            Sore harinya, ketika aku, Sari, Aisyah dan Indah pulang dari kantor polisi semua penghuni kos sudah lengkap stay di kos menunggu kabar dari kami. “Kita tunggu saja hasilnya” jawabku singkat pada anak-anak.
            Malam ini di kos benar-benar sepi senyap seperti tak berpenghuni, semuanya mengurung di kamar masing-masing. Tidak ada Aisyah yang biasanya hadir di depan TV menyaksikan kisah sinetron favoritnya. Tidak ada Indah yang biasanya masuk dari kamar ke kamar membuat lelucon, Sari yang selalu membagi-bagikan jajanannya, bahkan Intan yang selalu sibuk BBM-an sepertinya volume dering BB-nya sengaja di silent.
            Ya Allah… jenuh banget dikamar. Malam ini benar-benar malam yang paling berbeda selama aku tinggal di Semarang. Aku tidak bisa membayangkan bila persahabatan kami, atau tepatnya persaudaraan kami, yang bersembilan di kos ini hancur. Sungguh tak bisa kubayangkan. Akan kucari dimana orang-orang baik seperti mereka. Kalau boleh meminjam kalimat Intan, ‘kita semua adalah pengganti bagi keluarga kita dikampung, kalau menginginkan suasana kekeluargaan tetap hadir maka jadilah keluarga bagi semuanya’. Kejadian ngotot-ngototan tadi siang adalah kejadian diluar kendali. Yang ku takutkan jika salah satu pindah karena merasa sudah tidak betah di kos akan memicu yang lain  untuk ikut dan membubarkan jalinan ini.
            Malam ini aku tidak bisa tidur sepicing pun, aku yakin beberapa yang lain pun merasakan hal yang sama karena sampai selarut malam ini hanya Sari yang mengganti lampu kamarnya dengan lampu tidur. Sedangkan kamar lain masih terang menyala terlihat dari pentilasi sama halnya dengan lampu kamarku.
-----
            Tiba-tiba aku mendengar dering Hp-ku berbunyi ternyata sms dari teman kampus menanyakan tugas. Belum sempat ku balas sms itu, aku tersentak kaget melihat jam menunjukkan pukul 07.12, astaghfirullah….aku belum sholat shubuh. Aku bergegas mengambil wudu sambil mengutuki diriku mengapa tidak memasang alarm. Aku juga geram sama Kak Neti kenapa aku tidak dibangunkan. Ketika sampai di depan pintu kamar madi ternyata Kak Neti dengan muka lesu keluar di balik pintu, “kakak belum subuhan mi, kesiangan”. Aku kaget, “hah?!, kukira kakak ga bangunin aku”. “buruan sholat, sendiri-sendiri aja ya” perintah Kak Neti sambil berlalu. Aku Cuma geleng kepala, ‘kok bisa?!’
            Menjelang siang, perutku yang belum terisi telah mengirimkan signal. Aku mengajak teman-teman yang belum sarapan untuk beli makan diluar. Aisyah yang matanya sembab awalnya sempat menolak namun karena aku memaksa akhirnya dia Cuma nitip.
            Saat pulang dari membeli sarapan, di depan gang menuju kos motor kami ada yang mendahuluinya, dan aku kaget karena motor itu persis motornya Aisyah dan berhenti pas di depan kos. Kami bertanya-tanya siapa laki-laki di balik helm itu. Ketika laki-laki itu membuka helm dan mengetuk pintu kos, Indah langsung mengintrogasinya. Rasanya raut mukanya tidak asing bagiku.
            “Mas cari siapa? Ini motornya Aisyah kan? Kenapa bisa mas yang pake?” tanya Indah beruntun.
            Laki-laki itu tersenyum bingung, “Kenalkan saya Rio, pacarnya Iis, teman Aisyah” jawabnya pelan. Pantesan wajahnya ga asing, Rio ini kan sering kulihat menjemput Iis yang sering mampir di kos setelah pulang kuliah. “ia ini motornya Aisyah kemarin malam dipinjam Iis untuk pulang karena saya tidak bisa menjemput” sambungnya.
            “alhamdulillah” ucap kami hampir bersamaan. “kenapa Iis ga bilang kalo dia yang pinjem?” tanya Indah kesal.
            “lho? Memangnya Iis ga ijin Aisyah dulu?” dia balik tanya. “coba panggilkan Aisyah supaya clear, ga simpang siur gini” pintanya. Setelah bertemu Aisyah dan Aisyah langsung menelpon Iis untuk mengkonfirmasi, ternyata Iis meminta ijin sewaktu Aisyah di kamar mandi. Aisyah tidak begitu mendengar jelas apa yang dikatakan Iis dia hanya asal jawab ‘ya’ aja. Iis Cuma sms ‘sori syah, aku buru-buru ternyata Bapak-ku nyuruh pulang sekarang ada kepentingan keluarga’. Karena buru-buru Iis tidak menegaskan lagi kalo motornya dia pinjam untuk pulang.
            Huh…lega rasanya. Kuharap kejadian seperti ini tidak akan terjadi lagi. “ayo my sisters kita rayakan semua ini dengan membaca surat Yasin” ajak Indah dengan senyum mengembang dari wajahnya. Aisyah langsung menyambar “moh, aku ga mau jadi sister kamu” tukasnya serius. “aisyah??!” sentakku. Aisyah melanjutkan “dia kan punya sister di Ambon” kali ini sambil tersenyum. “hhmm…baiklah, sister yang di Ambon namanya Winda, dan yang di kos ini namanya ‘Semarang Sisters’, nama yang pas kan untuk persaudaraan kita ini?” kata Indah bersemangat lalu melanjutkan kaimatnya, “1, 2, 3, every body say!, Semarang Sisters”. Kami pun serentak mengikuti intruksinya “SEMARANG SISTERS”. Haaaaa….. tawa pun riuh terdengar. Senangnya semua kembali seperti semula, senyumku kini mengembang lagi.

Selasa, 22 November 2011

TUGAS REVIEW 2


SOSOK UTUH KOMPETENSI KONSELOR DAN PENDIDIK KONSELOR SERTA IMPLIKASINYA PADA KURIKULUM JURUSAN/PRODI BK


1.    Sosok Utuh Kompetensi Konselor
a.    Kompetensi akademik konselor profesional, terdiri atas kemampuan :
1)   Mengenal secara mendalam konseli hendak dilayani;
a)    Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan mengedepankan kemaslahantan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.
b)   Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
2)   Menguasai khasanah teoritik dan proseduran termasuk teknologi dalam bimbingan dan konseling.
a)    Menguasai teori dan praksis pendidikan.
b)   Menguasai esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenjang dan jenis satuan pendidikan.
c)    Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling.
d)   Menguasai kerangka teoritik dan praksis bimbingan dan konseling.
3)   Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan.
a)    Merancang program bimbingan dan konseling.
b)   Mengimplikasikan program bimbingan dan konseling yang komprehensif.
c)    Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling.
d)   Menguasai konsep dan praksis dan asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan dan masalah konseli.
4)   Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan.
a)    Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
b)   Menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
c)    Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional.
d)   Mengimplikasikan kolaborasi intern di tempat bekerja.
e)    Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
f)    Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi.
b.    Kompetensi profesional Konselor, terbentuk melalui latihan dalam menerapkan kompetensi akademik bimbingan dan konseling dalam konteks arena terapan sesungguhnya.

2.    Sosok Utuh Kompetensi Profesional Pendidik Konselor
a.    Kompetensi akademik pendidik konselor profesional, meliputi kemampuan :
1)   Mengenal secara mendalam peserta didik yang hendak dilayani.
2)   Menguasai khasanah teoritik bimbingan dan konseling.
3)      Menyelenggarakan pembelajaran bimbingan dan konseling yang mendidik.
4)      Memelihara mutu kinerja program S-1 Bimbingan dan konseling.
5)      Mengembangkan profesionalisme yang berkelanjutan.
b.    Kompetensi profesional pendidik konselor, terbentuk melalui latihan penerapan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling.

Pengantar Standar Nasional untuk Program Konseling Sekolah
Standar nasional mendefinisikan visi dan tujuan program konseling sekolah abad ke-21. Untuk mendukung perubahan dalam pemikiran, sembilan standar pergeseran fokus dari konselor untuk program konseling sekolah :
1.      Buat kerangka kerja model nasinal untuk program konseling sekolah.
2.      Membangun konseling sekolah sebagai komponen integral dari misi akademik sekolah.
3.      Mendorong akses yang adil ke layanan konseling sekolah untuk semua siswa.
4.      Mengidentifikasi komponen-komponen kunci dari program perkembangan konseling sekolah.
5.      Mengidentifikasi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang semua siswa harus mendapatkan sebagai hasil dari program K-12 konseling sekolah.
6.      Pastikan bahwa program konseling sekolah yang komprehensif dalam design dan disampaikan dengan cara yang sistematis untuk semua siswa (Dahir, Sheldon dan Valiga, 1998).

Menurut Campbell dan Dahir (1997) standar nasional untuk program konseling sekolah memfasilitasi pengembangan mahasiswa dalam tiga bidang konten yang luas : (a) akademik (b) karir dan (c) pengembangan pribadi / sosial.

Tiga standar untuk domain akademik :
Standar A : siswa akan memperoleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang berkontribusi terhadap efektif belajar di sekolah dan di seluruh rentag hidup. Standar B : siswa akan menyelesaikan sekolah dengan persiapan akademik penting untuk memilih dari beberapa subtansial yang lebih luas setelah memilih sekolah menengah, termasuk perguruan tinggi. Standar C : siswa akan memahami hubungan antara akademisi dengan dunia kerja, dan kehidupan di rumah dan di masyarakat.

Tiga standar untuk domain karir :
Standar A : siswa akan memperoleh keterampilan untuk menyelidiki dunia kerja dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang diri dan untuk membuat keputusan karir informasi. Standar B : siswa akan menggunakan strategi untuk mencapai keberhasilan dan kepuasan karir di masa depan. Standar C : siswa akan memahami hubungan antara kualitas pribadi, pendidikan dan pelatihan, dan dunia kerja.

Tiga standar untuk domain pribadi / sosial :
Standar A : siswa akan memperoleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan interpersonal untuk membantu mereka memahami dan menghormati diri sendiri dan orang lain. Standar B : siswa akan membuat keputusan, menetapkan tujuan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Standar C : siswa akan memahami keterampilan keselamatan dan kelangsungan hidup.

            Dalam proses pengembangan Model ASCA Nasional, rekomendasi yang dikembangkan untuk konselor sekolah profesional dan mereka yang bertanggung jawab untuk implementasi program. Rekomendasi untuk Pelaksanaan Program Konseling Sekolah Menurut Hatch & Bowers (2002) :
1.        Suatu pembedaan harus dibuat antara standar konseling sekolah untuk setiap siswa, standar konseling sekolah untuk program ini, dan standar konseling sekolah bagi konselor sekolah profesional.
2.        Sebuah program konseling sekolah harus menyediakan suatu kerangka kerja yang memungkinkan fleksibilitas bagi negara-negara dan distrik sekolah untuk membuat program berbasis pada kebutuhan individu sebuah distrik dan akuntabilitas.
3.        Sebuah program konseling sekolah harus integral prestasi siswa akademik, khususnya dalam memfasilitasi peningkatan prestasi akademik, dan harus membantu menetapkan standar tinggi untuk prestasi siswa.
4.        Sebuah program konseling sekolah harus data-driven (terpilah) dan hasil berbasis dan tidak harus fokus hanya pada metode dan teknik.
5.        Sekolah program konseling harus dikembangkan dan diimplementasikan kabupaten luas, tidak hanya di sekolah masing-masing.
6.        Keberhasilan pengembangan dan pelaksanaan program konseling sekolah bergantung pada sekolah / komunitas kolaborasi.
7.        Sebuah program konseling sekolah harus memberikan bimbingan yang disengaja untuk alamat khusus kebutuhan setiap siswa, terutama siswa dari beragam budaya, status sosial ekonomi rendah dan lainnya di bawah dilayani atau di bawah melakukan populasi.
8.        Sebuah program konseling sekolah memberdayakan konselor sekolah profesional dan mengajarkan mereka bagaimana untuk bekerja dengan administrator untuk menetapkan kembali kegiatan bimbingan rokok, seperti penjadwalan master atau pengujian.
9.        Desain model konseling program sekolah harus mencakup alat akuntabilitas untuk hasil pengukuran.
10.    Untuk memfasilitasi penerapan model konseling sekolah program dengan distrik sekolah, ASCA akan mengidentifikasi dan menyebarkan praktik terbaik untuk merancang, mengembangkan, mengkoordinasikan, melaksanakan, mengevaluasi, dan meningkatkan program.
11.    Sebuah program konseling sekolah harus mencakup rencana untuk penggunaan efektif waktu konselor dalam sistem pengiriman.
12.    Sebuah program konseling sekolah harus preventif dalam desain dan perkembangan di alam.
13.    Konselor sekolah profesional memainkan peran kepemimpinan dalam mendefinisikan dan melaksanakan program konseling sekolah.
14.    Berlisensi atau terpercaya konselor sekolah profesional harus menerapkan program konseling sekolah.
15.    Dalam program konseling sekolah, konselor sekolah profesional bekerja sebagai agen changc dalam sistem pendidikan untuk mengadvokasi kebutuhan siswa dan hasil siswa.
16.    Konselor sekolah profesional harus menggunakan data untuk advokasi bagi siswa dan program konseling sekolah.
17.    Sebuah program konseling sekolah harus menunjukkan bukti pemanfaatan teknologi untuk melaksanakan program, untuk mengadvokasi program, dan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.
18.    Dalam program konseling sekolah, konselor sekolah untuk perbaikan terus berusaha dan hasil gunakan untuk terus meningkatkan program untuk siswa.

Program sekolah konseling yang komprehensif adalah suatu kerangka kerja untuk pengembangan sistemik, pelaksanaan, dan evaluasi program konseling sekolah. Karakteristik mirip dengan program lainnya dalam pendidikan seperti: hasil siswa atau kompetensi, kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan, tenaga profesional, bahan, sumber daya dan sistem pengiriman. Proses untuk pengiriman standar nasional dilakukan dengan memanfaatkan masing-masing dari empat komponen dari model yang komprehensif: perencanaan siswa, layanan responsif, dukungan sistem, dan kurikulum bimbingan. Model komprehensif mengidentifikasi kompetensi bagi siswa dan menggunakan berbagai strategi untuk menyampaikan isi program untuk setiap siswa (Konsorsium Nasional untuk Kepemimpinan Bimbingan Negara, 2000).

Perencanaan individual
Siswa harus mengambil kepemilikan dan bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka akademis dan afektif dan pembangunan. Perencanaan individu memberikan kesempatan bagi siswa untuk merencanakan, memonitor dan mengevaluasi kemajuan mereka. Kegiatan juga meliputi: penetapan tujuan, perencanaan karir, pemahaman, menafsirkan dan menerapkan informasi penilaian dalam cara yang berarti untuk perencanaan akademik. Perencanaan individu dilakukan dengan keterlibatan orang tua, membantu untuk personalisasi pengalaman pendidikan, dan membantu siswa untuk menetapkan tujuan dan mengembangkan jalur untuk mewujudkan impian mereka. Perencanaan individu juga membantu untuk mendokumentasikan pencapaian kompetensi tertentu yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian setiap siswa tentang Standar Nasional.

Layanan Responsif
Tradisi pelatihan, baik layanan pra-dan-layanan untuk konselor sekolah profesional, terutama difokuskan pada intervensi untuk masalah-masalah siswa. Penasihat program pendidikan pascasarjana memberikan dasar yang kuat pada intervensi kesehatan mental dan akibatnya, sampai baru-baru, personil sekolah banyak yang percaya ini adalah fokus utama dan kebutuhan untuk konselor di sekolah. Namun, layanan responsif yang jauh lebih luas daripada intervensi diperlukan paling berisiko siswa. Kita harus percaya bahwa semua siswa beresiko pada suatu waktu dalam karir sekolah mereka. Layanan responsif terdiri dari konseling individu dan kelompok, konsultasi, rujukan ke lembaga masyarakat, dan intervensi krisis dan manajemen. Dorongan untuk respon dan intervensi sering didominasi oleh isu-isu mahasiswa menyajikan, gedung sekolah dan kekhawatiran fakultas, orang tua dan hal-hal trepidations masyarakat. Layanan responsif dapat mengatasi masalah-masalah seperti tekanan kelompok, menyelesaikan konflik, hubungan keluarga, isu-isu identitas pribadi, pelecehan, motivasi dan prestasi substansi kekhawatiran. Layanan responsif dapat disampaikan secara langsung (individu dan konseling kelompok) atau tidak langsung (seperti konsultasi atau rujukan luar) dan menunjukkan pencapaian pertumbuhan dan perkembangan di bidang akademik, karir, dan pribadi-sosial pembangunan.

Panduan Kurikulum
Konselor perkembangan dan berurutan memberikan informasi, pengetahuan dan keterampilan melalui akademik, karir, dan pengembangan pribadi / sosial. Hal ini sering disampaikan melalui pertemuan kelompok besar yang menawarkan kesempatan terbaik untuk memberikan bimbingan kepada jumlah terbesar siswa di sekolah. Konselor pertama harus bekerja dengan siswa dalam kelompok besar ketika tepat karena itu adalah penggunaan yang paling efisien waktu. Konselor sekolah profesional dan guru di kelas atau kelompok penasihat memberikan bimbingan dan konseling kurikulum kepada siswa melalui penggunaan kegiatan yang diselenggarakan. Kegiatan dan pelajaran memberikan perhatian terhadap isu-isu perkembangan tertentu atau bidang yang menjadi perhatian di gedung sekolah atau kabupaten. Konselor sekolah profesional sering bermitra dengan guru dan anggota lain dari komunitas sekolah untuk memberikan bagian dari kurikulum bimbingan dan konseling. Hasilnya terletak pada prestasi masing-masing siswa kompetensi tertentu yang pada akhirnya akan mendukung pencapaian Standar Nasional.

Dukungan Sistem
Sering kali dukungan sistem disalahartikan sebagai "non-konseling" tugas di sekolah, seperti pemantauan aula, cakupan kelas, atau kewajiban bus. Mendukung sistem ini dimaksudkan untuk memberikan on-akan dukungan untuk lingkungan sekolah dan untuk mengatur, memberikan, mengelola, dan mengevaluasi program konseling sekolah komprehensif. Sebagian besar layanan dianggap tidak langsung, yaitu mereka tidak disampaikan secara langsung kepada siswa. Koordinasi pelayanan melibatkan perencanaan dan menghubungkan kegiatan dan layanan kepada Standar Nasional dan tujuan dari program konseling di sekolah.

Kolaborasi untuk Perubahan Sistemik
Menggabungkan layanan khusus dan kompetensi membantu siswa belajar lebih efektif dan efisien, dan memberikan kesempatan untuk konselor sekolah profesional untuk menilai dampak dari upaya Konselor sekolah mengkoordinasikan tujuan, strategi, dan kegiatan program konseling sekolah komprehensif untuk memenuhi karir, akademik, dan pribadi-sosial kebutuhan semua siswa.


Konselor Profesional
            Menurut Gibson dan Mitchell (2010) tanggung jawab untuk konselor profesional meliputi hal-hal berikut ini :
1.    Para konselor profesional harus terlatih sepenuhnya dan berkualifikasi agar sanggung memenuhi kebutuhan populasi klien yang mereka tangani.
2.    Para konselor profesional secara aktif harus mencari dan mendapatkan sertifikasi atau lisensi yang tepat sesuai pelatihan, latar belakang dan lingkup praktiknya.
3.    Para konselor profesional perlu berkomitmen secara pribadi dan profesional untuk terus memperbarui dan meningkatkan keahlian dan pengetahuan mereka sebagai cerminan dan representasi kemajuan terbaru bidang profesi mereka.
4.    Para konselor profesinal menyadari dan berkontribusi bagi pengembangan profesi dengan melakukan dan berpartisipasi dalam studi-studi riset yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang profesinya.
5.    Para konselor profesional adalah anggota-anggota yang berpartisipasi aktif dalam organisasi profesi yang tepat di semua tingkat.
6.    Para konselor profesinal sadar betul dan taat kepada rambu-rambu legal dan etis profesi dan praktik konseling.

TUGAS REVIEW 1

TUGAS REVIEW 1
SETTING LAYANAN, KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR

(Mata Kuliah Wawasan BK)


NAMA            : NITA FITRIA
NIM                : 0105511043
PRODI            : BK
ROMBEL        : B























Dosen Pengampu : Dr. Imam Tajri, M.Pd.

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011



SETTING LAYANAN, KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI KINERJA KONSELOR
A.       Setting Layanan
Sosok layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan khususnya dalam jalur pendidikan formal yang tidak menggunakan materi pembelajaran sebagai konteks layanan, inilah yang menjadi fokus dalam naskah akademik penataan pendidikan profesional konselor.
Bila dikaitkan dengan upaya ABKIN untuk menata secara menyeluruh layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan khususnya dalam jalur pendidikan formal, pelajaran yang sangat berharga  dapat dipetik dari kurikulum 1975 yang sebenarnya secara konseptual telah secara tepat memetakan jenis wilayah layanan dalam sistem pendidikan formal (sekolah) dengan mengajukan adanya tiga wilayah layanan, yaitu :
1.      Layanan administrasi dan manajemen : wilayah manajemen dan kepemimpianan
2.      Layanan kurikulum dan pembelajaran : wilayah pembelajaran yang mendidik
3.      Layanan bimbingan dan konseling : wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan.

B.       Konteks tugas Konselor
Pemetaan konteks tugas konselor pada jalur pendidikan formal dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.    Pada jenjang Taman Kanak-kanak tidak ditemukan posisi struktural konselor. Dalam hal ini konselor dapat berperan secara produktif dengan memposisikannya sebagai konselor kunjung (roving counselor) yang diangkat pada tiap gugus sekolah untuk Taman Kanak-kanak mengatasi perilku mengganggu (disruptive Behavior) sesuai keperluan, antara lain dengan pendekatan Direct Behavior Consultation.
2.    Pada jenjang Sekolah dasar, juga tidak ditemukan posisi struktural untuk konselor. Namun sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik  usia Sekolah Dasar maka kebutuhan akan pelayanan BK juga diperlukan, sama halnya dengan konselor di Taman Kanak-kanak dalam hal ini konselor dapat berperan secara produktif dengan memposisikannya sebagai konselor kunjung (roving counselor) yang diangkat pada tiap gugus sekolah untuk Taman Kanak-kanak mengatasi perilku mengganggu (disruptive Behavior) sesuai keperluan, antara lain dengan pendekatan Direct Behavior Consultation.
3.    Jenjang sekolah menengah, merupakan niece yang paling subur bagi konselor karena dijenjang itulah konselor dapat berperan secara maksimal dalam memfasilitasi peserta didik mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya.
4.    Pada jenjang Perguruan tinggi, lebih difokuskan pada pemilihan karier, sebisa mungkin yang paling cocok dengan kualifikasi pendidikannya maupun kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi yang produktif, sejahtera serta berguna untuk manusia lain.

C.       Ekspektasi Kinerja Konselor
Ekspektasi kinerja lulusan progtam pendidikan profesional termasuk lulusan program pendidikan  profesional konselor pra-jabatan lazim diejawantahkan  dalam bingkai profesionalisasi. Dengan kata lain, profesional suatu layanan ahli termasuk layanan ahli di bidang bimbingan dan konseling menandakan adanya (a) pengakuan dari masyarakat dan pemerintah bahwa kegiatannya layanan yang unik (b) yang didasarkan atas keahlian yang perlu dipelajari secara sistematis dan sungguh-sungguh serta memakan waktu yang cukup panjang sehingga (c) pengampunya diberikan penghargaan yang layak dan (d) untuk melindungi kemaslahatan pemakai layanan, otoritas publik dan organisasi profesi, dengan dibantu oleh masyarakat  khususnya pemakai layanan, wajib menjaga agar hanya pengampu layanan ahli yang kompeten yang mengedepankan kemaslahatan pemakai layanan, yang diizinkan menyelenggarakan layanan ahli kepada masyarakat.

Kode Etik dan Isu Profesional Konselor Sekolah
The American Counseling Association (ACA) adalah asosiasi profesional untuk semua konselor. Misi dari organisasi adalah mengenalkan kepada publik dan kepercayaan dalam profesi konseling. Secara organisasi ACA adalah organisasi  yang mewakili kemitraan kemitraan konselor profesional yang meningkatkan pembangunan manusia. Hal ini terdiri dari 18 divisi yang mewakili pengaturan kerja tertentu atau bidang minat dalam bidang konseling; 56 negara atau afiliasi cabang, yang terbagi menjadi 4 wilayah yang mewakili wilayah geografis utama; beberapa organisasi dan afiliasinya, yang meningkatkan layanan anggota. Melalui kegiatan dan entitas, ACA mempengaruhi semua aspek konseling profesional. Daerah ini termasuk credentialing konselor dan akreditasi program pendidikan konselor, mengembangkan dan menyebarkan standar etika, yang menawarkan pengembangan profesional, menawarkan sumber daya profesional dan jasa, dan mempengaruhi kebijakan publik dan perundang-undangan.

ACA memiliki 14 komite berdiri yang membahas banyak bisnis profesional dari asosiasi. Salah satu komite adalah Komite Etika, yang bertanggung jawab untuk memperbarui standar etika untuk asosiasi dan menyelidiki dan menengahi keluhan etis. Ketika bergabung dengan ACA, seseorang harus menandatangani pernyataan setuju untuk mematuhi Kode Etik dan Standar Praktek. Informasi tambahan tentang etika, isu-isu etika, dan perilaku profesional tersedia melalui sejumlah layanan dan sumber daya yang ditawarkan oleh asosiasi. ACA dan entitas yang menawarkan berbagai pelatihan dan kesempatan pengembangan profesional.

The American School Counselor Association (ASCA) menjadi sebuah divisi dari ACA di tahun 1953 Selama beberapa tahun terakhir ini telah menjadi organisasi yang lebih otonom, namun masih mammm divisi. ASCA mendukung fokus konselor sekolah profesional 'pada pengembangan akademik, pribadi/sosial dan karir untuk semua siswa. Struktur ASCA mirip dengan ACA. ASCA memiliki sejumlah komite. Salah satunya adalah Komite Etika. Komite ini bertanggung jawab untuk pengembangan Sebuah Standar Etika untuk Konselor Sekolah, kode etik bagi comodnm sekolah profesional yang akan dibahas pada bagian berikutnya. ASCA mensponsori konferensi nasional dan jumlah oflana kegiatan pengembangan profesional bagi konselor sekolah profesional.

Standar etika biasanya dikembangkan oleh asosiasi profesional untuk membimbing perilaku kelompok tertentu profesional. Menurut Herlihy dan Corey (1996), standar etika melayani tiga tujuan: mendidik anggota tentang perilaku etis suara, menyediakan mekanisme untuk akuntabilitas, dan melayani sebagai sarana untuk meningkatkan praktek profesional. Kode etik yang diperbarui secara berkala untuk memastikan relevansi dan kelayakan dan semua asosiasi menjamin masukan dari stakeholder dalam proses. Kode etik didasarkan pada norma-norma yang berlaku umum, kepercayaan, adat istiadat dan nilai-nilai (Fischer & Sorenson, 1996). Kode etik juga melayani fungsi lain yang penting-mereka melindungi dan mendidik masyarakat tentang standar perilaku mereka harus harapkan dari konselor.

Kode Etik dan Standar Praktik ACA didasarkan pada lima prinsip moral (Herlihy & Corey, 1996) yang memandu perilaku konselor Otonomi mengacu pada kemampuan klien untuk memilih dan untuk membuat keputusan tentang perilaku mereka dan pilihan-pilihan bagi diri mereka sendiri. Selalu mempromosikan bahwa konselor melayani pertumbuhan dengan baik dari klien. Keadilan mengacu pada keadilan dalam hubungan konselor 'dan termasuk perlakuan yang adil dan pertimbangan dari klien. Prinsip terakhir adalah kesetiaan, yang mengacu pada kejujuran dalam hubungan klien-konselor, menghormati komitmen seseorang untuk klien dan membangun hubungan yang menerima.

Kode Etik (ACA, 1995) dibagi menjadi delapan wilayah:
• Bagian A: Hubungan Konseling - mencakup semua bidang yang terkait dengan sifat hubungan dengan klien. Ini termasuk subtopik berikut: kesejahteraan klien, hak-hak klien, klien yang dilayani oleh orang lain, kebutuhan pribadi dan nilai-nilai, hubungan ganda, keintiman seksual dengan klien, beberapa klien, kerja kelompok, biaya dan barter, terminasi dan rujukan, dan teknologi komputer. Secara umum konselor harus selalu menempatkan kepentingan terbaik klien mereka yang pertama dan memastikan bahwa klien memahami tingkat dan keterbatasan konseling.

• Bagian B: Kerahasiaan - mencakup semua bidang yang terkait dengan hak-hak kerahasiaan dari klien (s) dan membahas batas-batas kerahasiaan. Ini termasuk subtopik berikut: hak atas privasi, kelompok dan keluarga, klien kecil atau tidak kompeten, catatan, penelitian dan pelatihan, dan konsultasi.

• Bagian C: Tanggung Jawab Profesional - mencakup tanggung jawab konselor 'terhadap klien mereka, diri mereka, profesional lain dan masyarakat. Ini termasuk subtopik berikut: standar pengetahuan, kompetensi profesional, klien iklan dan meminta, kepercayaan, tanggung jawab publik, dan tanggung jawab kepada profesional lainnya.

• Bagian D: Hubungan dengan Profesional Lain - mencakup isu-isu kerja pengaturan dan termasuk subtopik berikut: hubungan dengan majikan dan karyawan, konsultasi, biaya untuk referensi, dan pengaturan subkontraktor.

• Bagian E: Evaluasi, Penilaian, dan Interpretasi - standar mencakup terkait dengan penilaian klien, keterampilan konselor, dan kesesuaian penilaian. Ini termasuk subtopik berikut: isu-isu penilaian umum, kompetensi menggunakan dan menafsirkan tes, informed consent untuk penilaian, informasi melepaskan, diagnosis yang tepat gangguan mental, seleksi tes, kondisi administrasi tes, keragaman dalam pengujian, penilaian dan interpretasi tes, keamanan tes , tes usang dan hasil tes usang, dan konstruksi tes.

• Bagian F: Pengajaran, Pelatihan, dan Pengawasan - mencakup masalah yang berkaitan dengan pelatihan dan program konselor konselor pendidikan. Ini mencakup subtopik berikut: pendidik konselor dan pelatih, konselor pendidikan dan program pelatihan, dan
mahasiswa dan supervisees.

• Bagian G: Penelitian dan Publikasi - mencakup masalah yang berkaitan dengan perlakuan etis dari subyek dan prosedur penelitian etis. Subtopik termasuk tanggung jawab penelitian, informed consent, hasil pelaporan, dan publikasi.

• Bagian H: Menyelesaikan Masalah Etis - mencakup prosedur konselor profesional harus diikuti jika mereka tersangka lain konselor perilaku yang tidak etis. Subtopik meliputi: pengetahuan tentang standar, dugaan pelanggaran, dan kerjasama dengan komite etika.

Pedoman Konseling internet
Dewan Pimpinan ACA menyetujui pedoman penggunaan komunikasi elektronik, termasuk konseling online, dalam menanggapi meningkatnya penggunaan teknologi dalam konseling. Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan dalam hubungannya dengan Kode Etik dan Standar Praktek. Penutup pedoman kerahasiaan, khususnya informasi privasi; keterbatasan tentang penggunaan teknologi dalam konseling, pemberitahuan informasi, keringanan klien; catatan komunikasi elektronik; transfer informasi elektronik klien; on-line konseling hubungan dan kesesuaian, rencana konseling; terus cakupan; batas-batas kompetensi; dan klien kecil atau tidak kompeten. Ini adalah area yang masih relatif baru dan konselor dapat mengharapkan untuk melihat lanjutan pembahasan tentang penggunaan teknologi dalam konseling.

Etika dan Pertimbangan Hukum untuk Siswa, Orang Tua, dan Konselor Sekolah Profesional
Kompleksitas hukum dan etika bekerja dengan anak-anak di sekolah mengharuskan konselor sekolah profesional tetap waspada untuk hak-hak dan tanggung jawab anak-anak dan orang tua mereka dan implikasi dari hak atas pekerjaan konselor. Sifat dan fungsi dari sekolah (misalnya, untuk menyediakan pendidikan berkualitas gratis dan tepat) menciptakan konflik langsung ketika seorang siswa mencari bantuan seorang konselor sekolah profesional untuk kebutuhan emosional atau sosial. Ketika mahasiswa mendekati seorang konselor sekolah profesional tanpa pengetahuan atau persetujuan orang tua, ketegangan segera timbul antara hak siswa untuk privasi dan hak orang tua untuk menjadi suara pemandu dalam kehidupan anak mereka. Umumnya, semakin muda anak, hak-hak lebih banyak berada di tangan orang tua. Konflik antara hak orangtua untuk diberitahu seperti apa yang terjadi dalam kehidupan pribadi anak dan kebutuhan anak dan hak atas privasi merupakan tantangan memutuskan untuk konselor sekolah profesional yang dibebankan dengan melindungi hak-hak dari kedua siswa dan orang tua (Arthur & Swanson, 1993; Fisher & Sorenson, 1996; Remley & Herlihy, 2001; Stone, 2001).

Kode Etis
 Kode Etik dan Standar Praktik menurut ASCA (1998) untuk konselor sekolah profesional adalah suatu usaha oleh profesi untuk membakukan praktek profesional untuk tujuan melindungi siswa, orang tua, dan konselor sekolah profesional. Standar Etika ASCA adalah panduan untuk membantu memenuhi kebutuhan situasi individu, namun jarang yang sesuai untuk aplikasi hafalan, karena merupakan konteks dilema yang menentukan tindakan yang tepat.

Standar A dan B dari Standar ASCA Etis (1998) memberikan bimbingan konselor sekolah profesional dalam menghormati siswa sementara masih mendorong konselor untuk menerima kewajiban mereka kepada orang tua.
Standar A. 1. membahas informed consent dan menginstruksikan konselor sekolah profesional untuk memberikan arti dan batas-batas kerahasiaan dalam hal sesuai dengan tahapan perkembangan ketika seorang siswa memasuki hubungan konseling. Konselor sekolah profesional menjelaskan bahwa dia / dia akan mencoba untuk menjaga rahasia kecuali bila siswa adalah bahaya bagi diri sendiri atau orang lain, siswa atau permintaan orang tua bahwa informasi akan terungkap, atau perintah pengadilan seorang konselor untuk mengungkapkan informasi.
Standar A.2. menjelaskan bahwa konselor sekolah profesional harus memahami bahwa loyalitas kepada siswa adalah jantung profesi dan bahwa konselor sekolah profesional harus menyediakan lingkungan yang aman dan aman di mana kepercayaan bisa dibangun dan dipelihara. Konselor sekolah profesional harus menjaga informasi yang terkait dengan pelayanan konseling rahasia kecuali pengungkapan dalam kepentingan terbaik siswa, atau diharuskan oleh hukum.
Standar B.l. mensyaratkan bahwa konselor sekolah profesional menghormati hak-hak yang melekat dan tanggung jawab orang tua untuk anak-anak mereka dan berusaha untuk membentuk, sesuai, hubungan kolaboratif dengan orang tua untuk memfasilitasi pengembangan maksimal siswa. Konselor sekolah profesional harus peka terhadap keragaman budaya dan sosial di antara keluarga dan mengakui bahwa semua orang tua, kustodian dan non-penahanan, yang vested dengan hak dan tanggung jawab untuk kesejahteraan anak-anak mereka berdasarkan peran mereka dan menurut hukum.
Standar B.2. menginstruksikan konselor sekolah profesional untuk: 1) memberitahu orang tua dari peran konselor dengan penekanan pada sifat kerahasiaan dalam hubungan konseling antara konselor dan konseli; 2) memberikan orang tua dengan akurat, informasi yang komprehensif, dan relevan secara obyektif dan cara merawat sebagaimana layaknya dan konsisten dengan tanggung jawab etis untuk konseli, dan 3) melakukan upaya yang wajar untuk menghormati keinginan orang tua dan wali mengenai informasi bahwa dia / dia dapat berbagi tentang konseli.